Kamis, 05 Januari 2012

I. PENDAHULUAN




1.1.  Latar belakang

     Perairan umum Indonesia yang meliputi dua pertiga wilayah tanah air Indonesia memiliki Potensi sumber daya hayati perikanan yang besar dan belum seluruhnya dapat dikelola. Mengingat sangat mendesaknya kebutuhan akan protein hewani yang berasal dari ikan, maka sudah seharusnya memanfaatkan sumber-sumber hayati perairan yang ada dan dimanfaatkan semaksimal mungkin karena akan dapat menunjang perluasan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nelayan dan perbaiakan gizi masayarakat. Keadaan ini sejalan dengan pertambahan penduduk serta kondisi geografis Indonesia yang mutlak memerlukan pelaksanaan peningkatan dalam bidang perikanan.
Usaha perikanan yang ada di Indonesia merupakan perpaduan antara usaha perikanan darat dan perikanan laut. Ikan merupakan sumber protein yang paling murah dibanding dengan sumber protein yang lainnya seperti telur, susu dan daging (Dinas Perikanan Kabupaten Bengkalis, 1996/1997).
Propinsi Riau merupakan salah satu propinsi yang memiliki wilayah daratan 94.561 km2  dan 3.241 pulau-pulau yang memiliki empat satuan wilayah sungai yaitu sungai Rokan, siak, Kampar dan sungai Indragiri  yang merupakan perairan yang potensial untuk pembangunan usaha perikanan (Yuniarti, 2000).
Untuk propinsi Riau produksi perikanan umum adalah sebesar 12.706,6 ton atau 7% dari seluruh produksi prikanan Riau, dimana produksi perikanan tersebut  berasal dari kabupaten indragiri hulu, Kampar, Bengkalis dan Indragiri hilir (Evy, Mujianti dan Sujono, 2001).
Salah satu jenis ikan air laut yang potensial untuk dikembangkan ialah ikan ikan selar kuning. Ikan ini merupakan salah satu spesies yang mampu beradaptasi terhadap kondisi perairan yang marginal, seperti derajad keasaman perairan yang relatif rendah dan adanya dominasi ikan-ikan yang yang sering menimbulkan masalah di perairan umum. Disamping itu ikan Palau bujap umumnya jarang terserang penyakit atau parasit. Kalaupun ada pen7yakit yang menyerang tidaklah berbahaya (Hardjamulia, 1978). Ikan ini juga merupakan salah satu ikan ekonomis penting yang ada di perairan laut (Djajadirredja, et al., 1977).
Ikan merupakan organisme tingkat tinggi yang memiliki nilai ekonomis dan ekologi penting. Mengingat pentingnya keberadaan ikan dalam suatu ekosistem, maka diperlukan pengetahuan tentang beberapa aspek biologi, antara lain tingkat kematangan  gonad, fekunditas, hubungan panjang berat, seksualitas ikan, ruaya, pemijahan, awal daur hidup, kebiasaan makanan dan cara memakan, persaingan dan pemangsaan, pertumbuhan ikan, umur ikan, analisis populasi dan analisa saluran pencernaan yang merupakan kunci penting dan harus diperhatikan untuk menjamin kelestarian sumberdaya dan usaha budidaya ikan tersebut.
Metode penentuan umur dengan memperhatikan  tanda-tanda tahunan pada bagian tubuh yang keras ini selalu dilakukan pada daerah subtropics (4 musim). Karena ikan-ikan yang hidup didaerah subteropis sangat terpengaruh oleh suhu lingkungannya, dimana pada musim dingin pertumbuhan ikan hampir terhenti ataupun lambat sana sekali. Sehingga sangat mempengaruhi pertumbuhan pada sisik, Vertebrae, tulang overculum, duri sirip dan tulang otholit yang menyebabkan terbentuk susunan sirkulasi yang  sangat rapat dan akhirnya membentuk Annulus  (Effendi, 1979).
              Perbedaan tempat hidup ikan menyebabkan terjadinya perbedaan pada susunan morfologi, anatomi, dan perbedaan pada sifat-sifat ikan tersebut. Salah satu perbedaan tersebut adalah dari faktor morfologi yaitu mengenai linnea lateralis, perhitunga sisik dan ukuran morphometrik (Royce, 1972).

1.2.  Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari praktikum Biologi Perikanan mengenai Penentuan Umur Ikan yaitu untuk menentukan umur suatu spesies ikan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam  suatu jenis ikan melalui tulang otholit.
Manfaat dari praktikum ini yaitu praktikan dapat mengetahui umur ikan berdasarkan pengamatan tulang otolith dan untuk mengenal lebih jauh tentang bagaimana menentukan umur suatu ikan baik melalui sisik, tulang  vertebrate, tulang operculum, pangkal duri sirip dada dan tulang otholit.


II. TINJAUAN PUSTAKA


Ikan adalah  hewan bertulang belakang yang berdarah dingin, hidup di air, pergerakan dan keseimbangan tubuhnya menggunakan sirip dan bernafas dengan insang ( Raharjo, 1980)
Berdasarkan macam makanannya, ikan dapat kita bedakan menjadi lima macam golongan yaitu pemakan tumbuh-tumbuhan (herbivor atau vegetaris, pemakan hewan (karnivor), pemakan tumbuhan dan hewan (omnivor), pemakan plankton dan detritus (hancuran bahan organic) dan pemakan dasar (Effendi 1979 dan  Pulungan, 2006).
Djuhanda (1981)  mengklasifikasikan ikan selar kuning ke dalam, ordo Percomorphi, famili Carangidae, genus Caranx , dan spesies Caranx leptolepis
Ciri-ciri dari pada ikan selar kuning adalah memiliki lubang insang yang besar, membran insang tidak menggabungkan sisik kecil dan cycloid akan tetapi runcing memyerupai jarum.  Jumlah celah insang cukup banyak.  Secara umum punggungnya biru kehijauan.  Dua sirip dorsal yang selalu dipisahkan pada juvenil-juvenil kecil, sirip anal dengan dua duri.
Pembacaan umur adalah suatu pengetahuan yang cukup menarik dalam bidang perikanan terutama pembacaan umur pada spesies-spesies ikan yang hidup secara alami diperairan umum. Karena kita tidak mengetahui pasti kapan suatu individu ikan  itu menetas dari telur, yang dapat kita ketahui adalah beberapa ukuran panjang tubuh individi ikan itu ketika  tertangkap oleh nelayan. Lain halnya dengan spesies ikan yang  dibudidayakan kita mengetahi berapa lama individu ikan tersebut telah dipelihara dan kalau kita ingin melacak lebih lanjut kitadapat mengetahui kapan ikan itu menetas dari telurnya. Penelitian tentang umur ikan yang berasal dari perairan sudah dilakukan sekitar 100 tahun yang lalu (Ricker, 1971).
Bagian tubuh lain yang dipakai untuk menentukan umur ikan ialah tulang operculum (bagian tutup insang), batu telinga (otolith), vertebrate (tulang punggung) dan jari-jari keras sirip punggung.  Bagian-bagian tubuh ini dipakai terutama untuk ikan yang tidak mempunyai sisik seperti golongan ikan lele, baung dan sebagainya, misalnya kerena musim dingin, kekurangan makanan atau factor lain, maka selain pada sisik tanda kelambatan pertumbuhan akan tercatatat pula pada bagian tubuh tersebut diatas.
Cara lain untuk mengetahui umur ikan dengan menggunakan metode Petersen yaitu dengan menggunakan frekuensi panjang ikan.  Angggapan yang dipakai untuk menggunakan metode ini ialah bahwa ikan satu umur mempunyai tendensi membentuk suatu distribusi normal sekitar panjang rata-ratanya.  Bila frekuensi panjang tersebut digambarkan dengan grafik akan membentuk beberapa puncak.  Puncak-puncak inilah yang dipakai tanda kelompok umur ikan itu.  Cara ini akan baik dipakai apabila ikannya mempunyai masa pemijahan pendek, terjadi satu kali satu tahun dan umur ikan tersebut tidak panjang.  Untuk ikan lain yang mempunyai masa pemijahan panjang menyebabkan lambat dari satu kelas umur lebih tinggi, akan bertumpuk atau mempunyai ukuran sama dengan ikan yang tumbuhnya lebih cepat pada umur yang lebih rendah (Effendie, 1995).


III. BAHAN DAN METODE


3.1. Waktu dan tempat
        Pratikum Biologi perikanan tentang seksualitas ikan ini dilaksanakan pada tanggal  27 November 2006 hari Selasa pada pukul 14.00 – 17.00 WIB. Yang bertempat di Laboratorium Biologi Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau.

3.2. Bahan dan Alat
     Adapun bahan yang digunakan dalam pratikum ini adalah ikan selar kuning.  Sebagai objek yang diamati selama pratikum.
            Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu berupa penggaris 30 cm dengan ketelitian 100 mm yang digunakan untuk mengukur ukuran morphometrik bagian tubuh ikan. Alat tulis yang digunakan untuk menggambar ikan, timbangan untuk menimbang ikan dengan ketelitian gram, timbangan carterius untuk menimbang dan mengetahui berat tulang otolith, isi saluran pencernaan ikan dengan ketelitian gram, mikroskop untuk mengamati otolith dengan ketelitian mikron, cawan petri sebagai tempat untuk membersihkan otolith dengan aquades, objek glass sebagai tempat untuk meletakkan otolith, pisau untuk memotong bagian anterior ikan selar kuning, jarum untuk mengambil otolith pada bagian kepala ikan sample, crystal bon untuk melengketkan otolith pada cover glass, hot plate untuk memanaskan crystal bone, kertas pasir no 1000 dan no 2000 untuk mengamplas otolith yang telah didinginkan, laporan praktikum sementara yang digunakan untuk mencatat data ikan yang telah diamati. 
3.3. Metode Penelitian
     Metode yang digunakan dalam pratikum Biologi perikanan dengan judul penentuan umur ikan adalah metode dengan pengamatan langsung terhadap objek pratikum yang diteliti atau yang diamati, yang tetap berpegang pada buku panduan pratikum dan didukung beberapa literature tertentu.

3.4. Prosedur Pratikum

Dalam praktikum kali ini prosedur  yang digunakan adalah dengan mengukur dan mengambarkan individu ikan yang akan diamati, selanjutnya ikan tersebut dibedah pada bagian kepalanya kemudian ambil tulang otholitnya baik yang berada disisi kiri dan kanan, selanjutnya ditimbang dan diamati di mikroskop.


IV. HASIL  DAN  PEMBAHASAN
 


4.1. Hasil
Berdasarkan hasil pengamatan selama praktikum yakni pada penentuan umur ikan.  Dimana ikan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah ikan selar kuning sebanyak 3 ekor.  Untuk ukuran yang pertama TL 190 mm, SL 175, mm FL 180 mm, Bd H 50 mm, Hd L 45 mm, berat otholit kiri 0,0057 gram dan berat otholit kanan 0,0044  Osteochillus gram.  Ikan yang kedua TL 160 mm, SL 135 mm, FL 145 mm, Bd H 45 mm dan Hd L 40 mm. Barat otholit kiri adalah 0,0021 gram dan berat otholit kanan 0,0026 gram.  Sedangakan untuk ikan yang ketriga TL 150 mm, SL 130 mm, FL 140 mm, Bd H 45 mm, Hd L 35 mm, berat otholit kiri 0,0024 gram dan berat otholit kanan adalah 0,0027 gram.

Adapun klasifikasi dari pada ikan selar kuning (Caranx leptolepis) menurut SAANIN (1981) adalah :
Ordo                : Percomrphi
Famili              : Carangidae
Genus              : Caranx
Spesies            : Caranx leptolepis


                                                         Gambar 1. ikan selar kuning
                                             Gambar 3. tulang otholit dibawah mikroskop

4.2. Pembahasan
Dalam menentukan umur suatu ikan ada dua metode yang digunakan yaitu metode langsung dan metode tidak langsung. Bagian-bagian tubuh yang keras untuk dapat dipedomani dalam pembacaan umur ikan adalah sisik kunci, tulang vertebrate, tulang operculum, pangkal duri sirip dada dan tulang otholit baik yang kiri dan kanan.
Seiring dengan pertumbuhan, batu telinga didalam sacculus menjadi bertambah besar. Pengendapan calcium disekeliling batu etlinga kurang rapat pada waktu ikan tumbuh cepat, tetapi pada waktu terjadi kelambatan pertuimbuhan endapan calcium tadi semakin rapat.  Dengan menentukan kerapatan letak endapan tadi yang terlihat berbeda akan dapat diketahui umur ikan tadi.  Proses dan keadaan yang sama terjadi pula pada jari-jari sirip, pembacaan umur dengan menggunakan batu telinga atau jari-jari sirip keras tidak dapat secara langsung seperti tu7lang operculum atau tulang punggung, tetapi harus menggunakan alat tambahan yaitu kaca pemmbesar.  Tanda tahunan pada batu telinga atau tulang otholit ada yang dapat dibaca langsung dibawah mikroskop tetapi kebanyakan tidak, melainkan harus dihauluskan dulu permukaannya atau dibuat menjadi tipis agar hasilnya baik.  Demikian juga jari-jari sirip harus dbuat terlebih dahulu dengan menggunakan gergaji yang khusus dibuatb untuk itu (Effendie, 1995).
Otholith ialah alat pendengaran pada ikan selar dan menjadi keras, otholith ini juga sebagai tanda tahunan pada ikan selar tersebut. Pada ikan di daerah tropis walaupun mengalami hidup di dua misim yaitu musim kemarau dan misim penghujan , kenyataannya suhu lingkungan sekitar tidak bigitu mempengaruhi pertumbuhan sirkulasi pada bagian tubuh yang keras. Jadi tanda tahunan dari hasil susunan sirkuli yang rapat tidak bigitu nyata bentuknya.
Untuk menentukan umur secara mendetail digunakan metode yaitu yang dikenal dengan metode otholit karena metode ini dapat mengetahui umur ikan sample.  Masalah perbedaan antara berat tulang otholit yang sebelah kiri dan kanan itu tergantung dengan jenis ikannya.


V. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1. Kesimpulan
            Berdasarkan praktikum, dapat diketahui bahwa keadaan lingkungan perairan khususnya pada daerah subtropics dapat mempengaruhi pertumbuhan pada sisik, vertebrae, tulang operculum, duri sirip dan tulang otolith yang menyebabkan terbentuknya susunan sirkulasi yang sangat padat dan membentuk annulus (tanda tahunan).
Dalam mengetahui umur ikan dilakukan dengan 2 metode, metode langsung dan tidak langsung. Metode langsung hanya dilakukan pada ikan budidaya, sedangkan metode tidak langsung dilakukan pada ikan yang hidup diperairan umum. Metode tidak langsung dilakukan dengan metode frekuensi panjang (metode Petersen) yaitu dengan mengukur ukuran panjang tubuh ikan ; metode ototlith yaitu dengan mengamati tulang otolith yang terdapat pada bagian kepala bagian dalam di bawah mikroskop electron.

5.2. Saran
Dari praktikum yang telah dilaksanakan belumlah dapat memberikan gambaran kepada praktikan mengenai mengapa jumlah annulus pada ikan bertambah setiap tahunnya dan apakah benar annulus itu baru bertambah dalam jangka waktu tahunan, dan agar pratikum Biologi perikanan ini dapat berjalan dengan lancar dan baik dimasa yang akan datang diharapkan alat yang digunakan cukup lengkap sehingga memudahkan dalam  praktikum.



DAFTAR  PUSTAKA


Dinas perikanan kabupaten bengkalis. 1996/1997. Kebijaksanaan umum tentang perikanan dan kelautan. Bengkalis. 27 hal

Djuhanda, T. 1981. Dunia ikan. Bagian I. Kehidupan ikan dalam ekosistem perairan di Indonesia. 20 hal.

Djajadireja, S. S. Hatimah dan Z. Arifin. 1977. Buku pedoman pengenalan sumberdaya perikanan darat bagian I. Dtjen Perikanan. Jakarta. 96 hal.

Evy,R., Endang mujiani  dan  K. Sujono.2001. Usaha Perikanan di   Indonesia. Mutiara Sumber Widya. Jakarta. 96 hal.

Effendie,  M. I., 1995. Metode biologi perikanan. Yayasan Dwi Sri, Bogor. 122 hal.

Efeendie., M. I., D. J. Sjafei.;  M. Raharjo;  R. Affandi dan Sulistiono., 1979. Ichthyology Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor, Bogor. 183 hal (tidak diterbitkan).

Hardjamulia,  A., 1978. Budidaya perikanan. Departemen Pertanian. BPLPP. Sekolah usaha perikanan, Bogor. 58 hal.

Pulungan. et al., 2006. Penuntun Praktikum Biologi Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unri Riau.Pekanbaru.

Raharjo. 1980. Sistem morfologi dan anatomi ikan. Bandung. 21 hal.



 

Royce, W. F. 1972. Introduction to the Fishery Science. Academic Press. 351 pp.

Yuniarti. 2000. inventarisasi dan identifikasi ikan Channidae yang terdapat di Sungai Kampar Propinsi Riau. Laporan Praktek lapang. Fakultas perikanan dan ilmu kelautan, Universitas Riau, Pekanbaru. 32 hal (tidak diterbitkan)